Bulan depan, anak kedua
saya, Inara, genap dua tahun. Sudah mulai pinter kalau punya keinginan. Maunya
ini itu. kalau tak cocok, atau saya salah mengartikan keinginannya, nangis dah
tu. Tantrum is my middle name. Begitu
sepertinya tagline hidup Inara sekarang.
Ditambah lagi, saya sudah
mulai menyapih. Ini juga lagi dilatih toilet
training. Wow sekali momentnya. Ditunggu ya tulisan tentang ini. J
Nah, ternyata, ini adalah
fase yang lumrah terjadi pada anak-anak. Namanya, terrible two. Fase yang biasa terjadi pada anak usia 2 tahun. Bisa
kurang atau lebih.
Menurut psikolog anak
Wikan Putri Larasati MPsi, yang saya kutip dari Hai Bunda, “Biasanya diberi
istilah demikian karena pada usia ini anak memiliki karakteristik umum. Seperti
sering berkata ‘tidak’ karena dia nggak mau menurut kata orang tua. Lebih sering
marah terkadang sampai temper tantrum, memaksakan keinginnanya, dan
sebagainya”.
Pinteret.com |
Oke baiq nak.. let’s make it easy for us
Masih menurut Wikan,
dalam fase ini anak usia 2 tahun dipengaruhi oleh tugas perkembangan yaitu
autonom. Maksudnya, pada usia ini anak-anak sedang belajar mengontrol segala
sesuatunya sendiri dan tidak lagi bergantung pada orang lain seperti pada fase
sebelumnya yaitu bayi.
Lalu, apa yang saya lakukan
saat ini bocah mulai bertingkah?
1. Sabar
Begitu kata banyak
artikel. Ya, ini memang wajib sih dilakukan pada fase apapun. Orang tua musti
punya banyak stok sabar.
Nah, sebagai IRT
Full-time, mengatur emosi butuh trik khusus. Apalagi tanpa bantuan ART. Kenapa?
kalau anak lagi marah tantrum misalnya, saya tidak bisa ‘berganti peran’ dengan
orang lain. Harusnya ini dilakukan untuk meredakan sejenak emosi saya. Tapi
karena tidak ada orang dewasa lain, saya minta tolong masnya. Mas Zafran (6).
Saya baru bisa berganti peran saat weekend,
atau kalau si ayah gak pulang malem.
Kadang, masnya yang peluk
saat dia nangis. Sambil dielus. Seringnya diem, tapi kadang gak mau juga. Atau
masnya lagi gak mood buat jadi guardian angel.
Tapi ya bagaimanapun yang
namanya sabar itu ada latihannya ya. bukan ada batasnya J
2. Modifikasi pilihan
Sekarang, kalau disuruh
apa-apa, bilangnya selalu emoh. Kalau diberi pilihan iya atau tidak, dia bilang
tidak. Padahal, posisi kata ‘iya’ sudah ada di belakang. Biasanya kan anak
kecil kalau dikasih pilihan, milihnya kata yang dibelakang kan ya. Etapi ini
anak punya pilihan cadangan. Enggak.
“Adik mau maem?”
“Nggak”
Cara lain
“Adik mau maem sama nasi
apa mi?”
“Nggak”
Model baru
“Dik, temenin kucing maem
yuk?”
“Ayo” tapi tetap gak mau maem,
jadi cuma liatin kucing maem
Baaaaaiiiiqqqqqqqqqq.
Kembali ke aturan no 1. Sabar.
3. Ajak ngobrol
Saya memang sudah
terbiasa ngajak ngobrol anak. Sejak dia masih bayi. Ya memang belum ngerti.
Tapi saya yakin dia paham kok. Memorinya akan diputar ulang saat dia sudah bisa
mengungkapkan keinginan.
Seperti misalnya saat
Inara bilang “atut obil” sambil mojok di kamar ketakutan sambil menangis. Awalnya
saya gak tahu itu kenapa. Ternyata, dia takut suara mobil yang di gas kenceng.
ini sama seperti masnya waktu kecil. Suka takut sama suara kenceng.
Jadi kalau pas ada mobil
lewat, saya bilang “Gak apa-apa dik, itu cuma mobil lewat, nanti juga ilang”.
Sekarang, dia gak takut banget sampai lari ke kamar buat ngumpet.
Ngobrol sama anak kecil itu susah susah seneng. Gak perlu cari topik yang gimana gimana biar bisa tune in. Beda kalau lagi ngobrol sama suami.
Baca Juga : 6 Topik Obrolan Santai Dengan Suami
4. Alihkan perhatian
Biasanya, kalau anak lagi
rewel di jam tidur, saya gendong sambil jalan-jalan. Ini pilihan terakhir kalau
saat di tempat tidur, setelah minum susu, dia masih punya tenaga kuda buat lari
sana sini. Biasanya dia bakal rewel. Minta ini dan itu tapi tidak jelas. Bilang
mau tidur tapi sambil lari-lari dan nangis.
Jadi, biasanya saya
alihkan perhatiannya ke kucing. Atau corat coret pakai krayon. Setelah
tenaganya habis, dan dia tidak bisa mengontrol rasa kantuk, doi bakal tidur
sendiri.
Jadi, saya musti hafal
jadwal tidurnya. kalau memang sedang rewel dan belum jam tidur, kembali ke
aturan no 1. Sabar.
Cara-cara di atas bisa
jadi nggak memberikan efek berarti buat buibu dirumah. Gak apa-apa, tiap anak
punya cara masing-masing untuk menyelesaikan masalah hidupnya. Saya hanya perlu
mengamati dan terus belajar memahami saja. kalau sudah bisa ‘klik’, biasanya
bakal lebih santai.
Ah, semoga fase begini
gak lama ya dik. Nanti bisa nambah pinternya. Kalau buibu anaknya lagi di fase
apa? sharing dong…
Tidak ada komentar