Sampah menjadi isu yang terus berkembang. Kampanye zero waste gencar dilancarkan. Terutama produk plastik yang sulit terurai. Namun, ada yang salah kaprah dalam memaknai zero waste ini. Alih-alih mengurangi konsumsi sampah, malah menciptakan produk sampah baru.
Seperti kampanye no plastic straw
yang sedang menjadi tren. Sedotan plastik, menjadi langkah awal kampanye mengurangi
penggunaan sampah plastik. Bukan tanpa sebab. Menurut Sarah Gibbens pada
salah satu atikelnya yang dimuat oleh National Geographic dengan judul “A Brief
History of How Plastik Took Over the World”, 8 ribu ton plastik berakhir di
lautan tiap tahun. Sedangkan 0,025% dari jumlah tersebut disumbang oleh sampah
sedotan plastik. Tak mengherankan jika, kampanye no plastic straw ini sangat masif.
Langkah ini kemudian diikuti oleh perusahaan makanan cepat saji, dengan tidak
menyediakan sedotan plastik pada kemasan minumannya. Meskipun, tetap saja
mereka masih memakai penutup plastik pada gelas kemasannya. Fiuh…
Saya sangat mengapresiasi langkah
ini. Tapi kemudian, pasar, membidik kampanye zero waste ini sebagai peluang
menggiurkan. Dengan apa?! yup, menjual produk-produk 'ramah’ lingkungan. Seperti
sedotan dari bahan stainless. Ada juga dari bahan bambu.
Bagi saya ini kontraproduktif dengan kampanye zero waste yang digalakkan. Mengapa? Karena menurut
penelitian, penggunaan sedotan stainless dan bambu, membutuhkan energi yang tidak
sedikit dalam pembuatannya. Bahkan, sedotan stainless menyumbang emisi karbondioksida terbesar dibanding kaca, bambu, bahkan sedotan plastik. Perbandingan lengkapnya ada di info
grafis di bawah ini.
emisi sedotan |
Nah lo, bingung kan?!
Bagi saya, kampanye zero waste
ini sebenarnya simple kok. Tidak perlu ribet mencari produk
lain sebagai pengganti. Namanya saja zero waste. Kalau bikin produk lain
meskipun diklaim ramah lingkungan, kan sama saja dengan membuat sampah
baru. Walaupun, menurut sejumlah penelitian, sedotan ini biasa diganti setelah
penggunaan selama 5 tahun. 5 tahun itu jangka waktu yang lama memang. Tapi,
jika jumlah penggunanya sama dengan jumlah pengguna sedotan plastik? Bukankan akan
jadi PR baru untuk memusnahkannya agar tidak nyampah?
Maksud saya begini
Penggunaan sedotan plastik bisa
sama sekali dihilangkan tanpa alat pengganti. Minum langsung dari gelas. Lebih simple
kan?! Lalu sebenarnya apa fungsi sedotan stainless? Biar gak blepotan?! Ayolah….
Kita lagi kampanye zero waste, masak blepotan dijadikan alasan. Sekarang coba
sebut deh, minuman apa yang tidak bisa diteguk langsung dari gelas atau botol
minuman? Boba? Bisa kok. Butuh effort lebih memang. Tapi bisa kan?! Kita lagi
berjuang mengurangi sampah lo.
Tapi gak gini ya...
Tapi gak gini ya...
sumber: tenor.com |
Jadi menurut saya memang se-simple itu. Menghilangkan produk sampah sama sekali. Bukan menggantikannya
dengan produk lain.
Ini juga berlaku untuk
pengurangan sampah plastik lain. Seperti kresek. Kalau mau melakukan kampanye
zero waste dengan mengurangi sampah kresek. Yasudah, tidak usah pakai kresek
lagi. Bisa pakai tas belanja daur ulang dari sampah plastik, atau tote bag dari
baju lama yang dimodifikasi. Bukan dengan membuat tas belanja unyu-unyu
berbahan katun yang diklaim bisa terurai dengan
mudah. Atau memproduksi tote bag bergambar lucu-lucu. Dibikin sesuai selera
anak muda. Dijual dengan mengatas namakan kampanye zero waste. Kemudian berubah
jadi tren. Jika dirasa coraknya ketinggalan jaman, bisa beli lagi yang lebih
hype abis. Walah…
Saya juga kurang setuju dengan
gerai-gerai swalayan yang menjual tas ramah lingkungan sebagai pengganti
kresek. Mereka tentu sedang memproduksi sampah baru. Jika ingin mengurangi
sampah plastik. Bisa dengan memberi diskon bagi pelanggan yang membawa tas daur
ulang sebagai pengganti kresek. Atau, pemilik gerai membeli tas daur ulang dari
pengrajin sampah plastik, lalu jual kepada pelanggan. Intinya, jangan bikin
produk baru lagi. Itu bakal jadi calon sampah juga kan?!.
Untuk konsisten di jalur ini memang sulit. Masyarakat perlu diedukasi secara simultan. Butuh proses. Tapi paling tidak, kita sudah memulainya dari diri sendiri. Kalau kamu? masih minum boba pake sedotan? Atau sudah ngurangin sampah apa saja? sharing yuk….
salam,
Nah, akhirnya ada yg mewakili pemikiran saya...
BalasHapusMenghentikan produksi sampah dengan cara memproduksi calon sampah baru..... Dan sayangnya masih banyak yg belum paham tentang ini
hehehe... yang disayangkan adalah peran influencer2 yang gencar mempromosikan 'produk ramah lingkungan'. ini jadi semacam tren. ajang keren kerenan. sayang sekali..
HapusHuahahahhahaha... seketika aku ketawa, ketawain sampah-sampah baru yang bermunculan gara-gara Zero Waste. Btw, aku suka judulnya "Salah Kaprah Zero Waste".
BalasHapusSetuju banget dah... Aku sampai sekarang tetap hidup normal yang nggak repot-repot mengganti semua sampah plastik menjadi sampah-sampah baru. Ribet etalaah...
Aku cukup belajar dengan lebih minimalis lagi, padahal selama ini udah minimalis banget. Eh, masih usaha lebih minimalis lagi. Wkwkwk...
Tapi, seminimalisnya hidupku, aku tetep cewek yang rempong dan aku juga tetep berusaha hidup minimalis yang menyehatkan.
Aku nggak ikut-ikutan beli barang-barang yang diklaim untuk Zero Waste sih. Hehe...
Tapi, dari dulu sebelum ramai pakai tumblr, aku udah pakai tupperware dan bawa bekal sendiri alias jarang jajan.
Aku salut dengan post ini. Suka!
trimakasih mbak nid, btw, harga barang2 zero waste tu gak murah lo. apalagi yang pake brand. butuh terus belajarlah ini...
HapusNah, benar juga, sih, Mbak. Tapi kalau soal sedotan, tempo hari saya membaca ulasan dari luar, bahasan tentang kampanye tidak pakai sedotan sekali pakai, dari sudut pandang pejuang kelompok difabel gitu atau yang punya keadaan medis spesial (dari anak-anak sampai lansia), di mana sedotan memang diperlukan karena secara kondisi, mereka kesulitan minum langsung. Benar, jumlahnya mungkin tidak terlalu banyak, tapi kalau bilang begitu khawatir juga kitanya seperti mengecilkan keberadaan mereka.
BalasHapuswah info baru ini. trimakasih infonya kak :-)
HapusSelalu akan ada pihak2 yang memanfaatkan hot issue untuk kepentingan mereka, alih-alih melakukan edukasi. Padahal ya bener, solusinya sederhana...ganti kebiasaan, bukan ganti produk.
BalasHapusTapi ya itu, sederhana itu seringkali tidak mudah. Dan yang mudah, belum tentu sederhana untuk jangka panjang.
yup, memulai kebiasaan baik itu butuh usaha lebih memang.
Hapuskalau aku masih belum sampai di tahap tidak sama sekali pakai yang plastik kak, selama masih hindari ya ayo,kalau memang harus pakai ya ayoo...cuma nanti tas plastiknya misal masih bisa dipakai ya dismpan lalu dipakai lagi...udah gitu aja.
BalasHapusaku juga pelan-pelan kok mbak nguranginya. bikin habit baru itu memang butuh kerja keras. ini juga masih terus belajar. semangat... :-)
HapusSetuju banget, Mbak..seperti penggunaan kantong kertas sebagai ganti kantong kresek. Harusnya sebisa mungkin kita gunakan kantong kresek untuk beberapa kali pemakaian, nggak langsung dibuang seperti zaman sekarang...Karena dulu diciptakan kantong kresek juga buat solusi sebagai ganti kantong kertas yang mudah rusak..
BalasHapusyup, dimulai dari diri sendiri dulu ya mbak, pelan-pelan. ini memang tanggungjawab semua pihak. (wow, udah kayak pejabat akutu) hehe...
HapusKlo kantong kresek minimarket sama aq kepake bgt buat sampah sih, krn disini blom gampang ditemuin plastik kusus sampah yg eco green gitu. Yg aq perhatiin malah plastik2 yg dipake di minuman2 yg lagi hits skrg ini,box plastik pesen online..kira2 itu, bikin sampah plastik ga bisa berkurang
BalasHapusiya, aku juga belum nemu buat alas sampah ini mbak. menurutku sih seharusnya regulasi diperketat. ya pasti banyak prokon. tapi, mulai dari lingkup keluarga sih awal yang ciamik buat mengurangi sampah
Hapus