Saya pernah bekerja sebagai
jurnalis tv di salah satu stasiun tv lokal di Surabaya. Kebayang kan, bagaimana ritme
kerja seorang wartawan tv. Kejar-kejaran deadline tiap hari. Menembus macetnya
Surabaya. Apalagi liputan TKP, bikin jantung nyut nyutan. Ambil gambar, nulis
naskah, kadang voice over, repeat. And I’m very very happy with that. Dulu, gak bisa membayangkan bisa lepas
dari rutinitas itu semua.
Dan walla! tahun ketiga bekerja, saya menjadi ibu rumah tangga. Resign kerja sekitar 7 tahun lalu. Memutuskan berhenti karena kehamilan
pertama agak bermasalah.
Ya gimana lagi harus milih dong
anak atau kerjaan. Saya pilih anak. Berat sekali di awal. Kehilangan networking,
tak bisa aktualisasi diri, ‘diem’ dirumah, gak dikejar deadline lagi hahay.
Ritme kerja yang awalnya begitu
cepat, tiba tiba musti duduk syantik sambil nyamil kacang godog. Berjibaku
dengan urusan rumah yang tak ada habisnya. Kalau perlu nambah 30 jam sehari. Sekali
dua kali sih nyaman, lama-lama bosen juga.
Oke, ini tidak bisa dibiarkan.
Rasa bosan, insecure, merasa tak berguna, dan tidak melakukan apa-apa, harus
dihilangkan. Ganti dengan kalimat-kalimat positif seperti ‘Saya ibu yang baik’.
‘Saya ibu dan istri yang hebat’. ‘Saya punya kendali atas diri saya’. ‘Saya
cantik pake daster’. ‘Saya bisa melakukan pekerjaan rumah plus ngurus anak tanpa
drama’. Berhasil??? Gak.
Pikiran negatif selalu nemplok.
Apalagi kalau sudah capek dan merasa give
up dengan apa yang dikerjakan sehari-hari. Seperti gak selesai selesai. Gak
ada hari libur. Rehat adalah mitos. Nyisir rambut aja musti ada jadwal. Dan seabrek
to do list yang harus diselesaikan. Malah lebih gila ya ritme kerjanya dari
jadi wartawan hehehe.
Nah, akhir-akhir ini saya kembali terganggu
dengan istilah produktif ala ibu rumah tangga atau bahasa kerenya stay at home
mom (SAHM). Dari beberapa grup ibu-ibu dengan berbagai platform (blogger,
komunitas menulis, bisnis), produktif refers to cuan, cuan, repeat.
Artinya, ibu rumah tangga juga musti bisa menghasilkan duit meskipun cuma dari
rumah. Ya gak salah sih, saya juga pernah mikir begitu. Apalagi saat baru
resign. Mau minta duit ke suami kayaknya berat gitu.
Ya meskipun saya punya privilege
untuk memilih, tetap saja, insecure itu ada.
Awalnya saya manggut-manggut saja.
Tapi trus kok jadi kayak saya dikejar target penghasilan ya. Apalagi setelah
mulai aktifin lagi blog yang udah tiga tahun berlumut. Mantengin lomba-lomba
blog, ikut campaign kerjasama brand, dll. Anak? Dikantongin dulu hihihi.
Oke, kalau mengacu pada arti harfiahnya, menurut KBBI daring,
produktif berarti mampu menghasilkan, mendatangkan manfaat, memberi hasil. Let’s
ceck this out first
source: KBBI daring |
Menjadi SAHM itu, pagi bangun
masak. Beresin rumah yang berserakan mainan. Nglipet baju, sementara si kecil
mengeluarkan baju dari lemari. Remah-remah makanan yang tak kunjung bersih, disapu berulang kali. Muncul ide mau nulis tema ini dan itu. baru mau
ngetik, tangan diglendotin manja ala tarzan. Pernah begini bu? pernah dong. Kita
tos dulu.
Dari hal itu saja, coba sebutkan
mana yang tidak menghasilkan, mana yang kurang mendatangkan manfaat, dan mana
yang tak ada hasil. Kalau nemu, tulis di komentar hehehe.
Well, saya gak sedang menyalahkan
pandangan orang tentang produktif ala mereka. Tentang uang misalnya. Sah sah
saja dong kalau punya anggapan seperti itu. Ini hanya pandangan saya saja, yang
kadang merasa insecure dengan anggapan-anggapan yang jamak beredar.
Jadi, bukan saya tak setuju,
hanya saja, perlu pendekatan yang lebih personal di tiap orang. Bukan hanya
soal uang. Menghargai hasil ‘non materiil’ pun juga perlu didengungkan. Ini bukan
juga soal pengakuan. Hanya agar, ibu-ibu di luar sana, bisa menghargai proses
belajar mereka eh saya dirumah. Yang ‘hanya’ Kasur dapur dan sumur. Itu pelajaran gak
ada berhentinya lo. Sehari 24 jam, setahun 365 hari.
Bahwa saya juga sedang belajar. Menyelesaikan
masalah tanpa drama. Merapikan rumah tanpa kendala, dan tentu, untuk semua
penghuni rumah yang nyaman sentausa.
Lalu, apa yang saya lakukan?!
Berhenti membandingkan!
Ini jadi cukup sulit karena
naluriah. Coba deh, pernah gak dalam sehari kita gak membandingkan diri kita sama
orang lain?!. Dari hal kecil saja, misalnya kita dengan 'tidak sengaja' membandingkan kemampuan anak kita dengan orang lain. seperti, "Kok anakku belum bisa baca ya, padahal anak itu sudah". Atau, "Mukaku kucel ya, gak kayak mbak Syahrini glowing kemana mana".
Apalagi jaman medsos kayak gini. Acara banding membandingkan jadi lebih mudah. Tinggal klik. Tapi buibu, filter itu harus ada. Penting. Dan percayalah, SAHM yang punya cita-cita rumah tertata tanpa drama, sama ambisiusnya dengan liburan pake jet pribadi tiap bulan, meneruskan S2 dengan beasiswa ke LN, atau membangun gedung bertingkat. Jadi, gak ada critanya cita-cita yang terlalu rendah, atau terlalu ambisius dalam hal ini. Sama.
Kalau perlu, unfollow akun yang bikin insecure. Mereka-mereka yang ciamik di Instagram, bisa jadi, punya problem lebih besar dari sekedar nginjek lego anak pagi-pagi buta.
Apalagi jaman medsos kayak gini. Acara banding membandingkan jadi lebih mudah. Tinggal klik. Tapi buibu, filter itu harus ada. Penting. Dan percayalah, SAHM yang punya cita-cita rumah tertata tanpa drama, sama ambisiusnya dengan liburan pake jet pribadi tiap bulan, meneruskan S2 dengan beasiswa ke LN, atau membangun gedung bertingkat. Jadi, gak ada critanya cita-cita yang terlalu rendah, atau terlalu ambisius dalam hal ini. Sama.
Kalau perlu, unfollow akun yang bikin insecure. Mereka-mereka yang ciamik di Instagram, bisa jadi, punya problem lebih besar dari sekedar nginjek lego anak pagi-pagi buta.
Bikin support system
SUAMI. Ini support system paling
dekat dengan buibu. Komunikasikan dengan suami apa saja yang menjadi
kekhawatiran ibu-ibu. Apa juga yang bikin ibu ngomel mrepet tiap hari. Cari
solusi. Atau kadang, saya cuma butuh dipeluk tiap hari. Rasanya capek amblas. Dan
segala babibu hari itu luruh. Apalagi ada tambahan, skinker yang habis apa
sayang? Wkwkwkwkwkw
Kenapa bikin? Bukan nyari?. Karena
sebenernya, jawaban solusi itu ada di sekitar kita. Gak kemana mana. Tinggal gimana
membangun komunikasi yang baik.
Sadari batasan diri
Saya pernah ingin melakukan semua
hal dalam satu waktu. Online shop baju, jual camilan via aplikasi, ngurus
rumah, anak sehat, dan semua baik-baik saja. Apa yang terjadi? Gak ada yang
kepegang! Jadi, mending fokuskan mana yang mau dibenahi dulu. Anak! Ya memang
sekali lagi, saya punya privilege untuk memilih. Bahkan, pilihan itu sendiri
adalah sebuah privilege. Tapi, mengetahui kemampuan diri
sendiri itu penting. Bikin saya gak greedy. Lebih menerima diri sendiri. Tentu,
bisa lebih fokus tujuan utama yang telah ditetapkan.
Bersyukur
Ini
melegakan. Apapaun yang saya kerjakan saat ini, dalam kondisi apapun, di posisi manapun. Terima, syukuri. Dengan begitu, saya merasa lebih waras. Bisa berfikir terbuka dan membenahi apa-apa yang dirasa gak pada jalurnya.
Setelah itu semua bisa dilalui. Maka,
saya bisa mendefinisikan produktif, sesuai posisi saya sekarang. lebih nyaman, sesuai
porsi dan enak menjalankan semuanya. No drama-drama club.
Produktif versi kamu apa bu? share di komentar ya J
Salam,
produktif versi saya bisa mendukung kegiatan suami dalam mencari nafkah karena kami buka usaha mebel bersama plus bisa ketawa hahahihi sama anak2 eeh
BalasHapuswah... selamat bersenang senang mama indri :-)
Hapus"Bersyukur dan sadar akan kemampuan diri sendiri",suka banget kata katanya itu mba
BalasHapusmakasih. semoga bermanfaat :-)
Hapusgak kebayangnya itu dari jurnalis ke ibu rumah tangga. tapi memang yang penting itu jangan membandingkan dan tetap bersyukur.. :)
BalasHapussiiip :-) sekarang sudah kebayang mbak akunya hehe
HapusKarena belum jadi irt, tp jadi pengurus rumah tangga, jadi disyukuri aja mbak. Menurutku, irt juga jenis pekerjaan. Tapi sayangnya banyak diantara kita yang menagnggap irt hanya sebagai ibu2 yang leha2 di rumah.
BalasHapusyup, semangat menjalani hari ya mbak. semoga lelahnya jadi berkah amin.. :-)
HapusSaya juga sempat stress di awal2 jadi ibu rumah tangga. Merasa nggak berguna, nggak bermanfaat.
BalasHapusTapi seiring perjalanan waktu, dan bertambahnya usia, saya makin enjoy. Dan produktif versi saya sekarang, adalah mengantarkan anak2 saya yg sdh remaja dan menjelang remaja... Ke gerbang kesuksesan dunia dan akhirat. 😃
kereeen... bismillah semoga saya juga bisa seperti itu ya mbak. :-)
HapusProduktif menurutku: rumah rapi, pengeluaran rumah tangga sesuai dengan kebutuhan, bisa nabung setiap bulan, dan perut suami buncit. Sederhana banget ya, Mbak. Hehehe. Yang paling penting tidak membandingkan apa yang aku punya dengan punya orang lain, supaya gak jadi iri dan bisa lebih bahagia.😄
BalasHapusyang sederhana itu sikapnya. goalnya tetap luar biasa :-) semangat menjalani hari mbak :-)
HapusKita, IRT juga bekerja tp, di ranah domestik saja. Sedang produktif membangun investasi abadi, anak2 soleh soleha yang punya high bonding dgn ibu nya:)
BalasHapusamin.... sip... bismillah.. :-)
Hapus